FAKTA Rilis 9 Indikasi Korupsi Dispora Aceh
Forum
Anti-Korupsi dan Transparansi Anggaran (FAKTA) merilis 9 indikasi
korupsi pelaksanaan proyek di Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Aceh
yang diduga berpotensi merugikan keuangan negara milyaran rupiah.
“Berdasarkan informasi yang kami terima dan hasil penelusuran yang dilakukan tim, sementara ini kami menemukan 9 proyek di Dispora Aceh yang pelaksanaannya diduga kuat terjadi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di dalamnya. Dan beberapa diantaranya diduga melibatkan Kadispora Aceh Ir. Hasan Basri,” ujar Koordinator FAKTA Indra P Keumala, kepada Aceh Corner.com, Kamis (19/1).
Indra menyebutkan, 9 dugaan korupsi yang ditemukan pihaknya itu, tujuh diantaranya terjadi pada tahun anggaran 2011. Sementara dua kasus lainnya merupakan pekerjaan yang dananya bersumber dari mata anggaran tahun 2010.
“Modus maupun polanya sendiri terkesan kasar dan sangat berani. Mungkin ini bisa dari kinerja penegakan hukum di Aceh yang selama ini terkesan longgar dengan yang namanya kasus-kasus korupsi apalagi bila menyangkut pihak-pihak tertentu,” ketus Indra.
Indra mengungkapkan, 9 kasus yang terjadi itu, yaitu pertama, pekerjaan perbaikan atap Stadion Harapan Bangsa Aceh dengan anggaran Rp1,245 milyar. Sebagaimana tersebut dalam RAB harusnya pekerjaan penggantian seng dilakukan dengan komponen seng bermerk dagang asal Malaysia, tetapi dalam pelaksanaannya malah diganti seng biasa.
“Ini jelas tidak sesuai dengan spek dan berimplikasi pada ketidaksesuaian harga. Proyek ini sendiri sudah diserahterimakan dan dinyatakan selesai oleh pihak dinas,” tambahnya.
Kemudian, lanjut Indra, adalah dugaan korupsi pada proyek pembangunan Mess Pemuda Aceh yang anggarannya sebesar Rp.1,6 milyar. Menurutnya, dalam dokumen PHO (serah terima pertama) dinyatakan selesai 100%, namun kenyataan di lapangan diketahui bahwa pekerjaan tersebut sama sekali belum tuntas dan beberapa item pekerjaan dilakukan tidak memenuhi spesifikasi teknis.
“Ini aneh, menurut informasi yang kami dapatkan pihak terkait di Dispora Aceh pernah melayangkan teguran akibat pekerjaan tidak memenuhi spek dan proses pengecoran dilakukan menggunakan air asin. Tapi kenyataannya PHO tetap dilakukan dan anggaran malah sudah ditarik seluruhnya,” kata Indra menjelaskan.
Lalu ketiga, papar Indra melanjutkan, yaitu proyek perbaikan Kolam Renang Tirta Raya Banda Aceh yang diduga fiktif dan menelan anggaran senilai Rp.1,106 milyar.
Dikatakan Indra, indikasi fiktif didapat karena setelah pengecekan diketahui bahwa sampai saat ini kolam renang dimaksud sama sekali belum dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
“Kami masih belum tahu bagaimana modus pelaporan yang digunakan sehingga bisa dilakukan penarikan dana. Namun item pekerjaan tersebut diduga tumpang tindih dengan pekerjaan yang sama yang pernah dilakukan BRR NAD-Nias,” jelas Indra.
Selanjutnya, urai Indra, proyek perbaikan gedung serba guna Lhoong Raya Banda Aceh dengan anggaran Rp.2,373 milyar yang disinyalir telah terjadi manipulasi adminitrasi laporan hasil pekerjaan.
Menurut Indra, pada paket proyek tersebut masih terdapat kekurangan pekerjaan berupa pemasangan Papan Parkit Lantai yang biayanya sebesar Rp.600 juta sementara yang terpasang hanya triplek biasa.
“Begitupun dengan pekerjaan pemasangan dua unit ring basket yang dianggarkan sebesar Rp.300 juta tetapi yang terpasang justru cuma satu unit,” kata Indra.
Indra menambahkan, berdasarkan estimasi yang dibuat pihaknya pelaksanaan fisik proyek perbaikan gedung serba guna tersebut diperkirakan hanya baru mencapai 60% sementara kenyataannya PHO (serah terima) sudah dilakukan pihak dinas dan dananyapun sudah ditarik 100%.
“Bagaimana mungkin bisa disebut selesai 100% bila masih ada pekerjaan yang nyatanya belum diselesaikan sesuai spesifikasi teknis. Tentu Kadispora Aceh punya kopetensi menjawab ini,” tegasnya.
Begitupun dengan paket penyediaan akomodasi/konsumsi dan penyediaan obat-obatan atlit Bola Paraguay di Banda Aceh yang masing-masing anggaran bernilai Rp600 juta dan Rp300 juta. Indra menguraikan, untuk penyedia jasa akomodasi/konsumsi dan pengamprahan sendiri dilakukan oleh CV. Wisma Kuta Alam Banda Aceh sementara penyediaan obat-obatan dilakukan oleh Apotek Qadria.
“Kedua pembiayaan tersebut diduga fiktif sebab realitanya diketahui bahwa para atlit tersebut makan dan tidur di Stadion Harapan Bangsa dan berdasarkan informasi yang diperoleh obat-obatan juga tidak pernah dibeli,” kata Indra menjelaskan.
Dia menyebutkan, kolusi juga diduga terjadi pada penunjukan langsung penyedia jasa konsumsi (makan dan minum) TC POPDA Tahun 2010 yang anggaran berjumlah Rp.500 juta. Dikatakannya, seharusnya proyek tersebut ditender tetapi proyek tersebut justru diPL-kan kepada CV. Alfin Aulia yang diduga pemiliknya adalah adik ipar Kadispora Aceh.
Lalu, papar Indra lagi, pihaknya juga mencatat adanya dugaan rekayasa administrasi laporan dalam proses rental mobil Kijang Innova BK 1157 ZQ sebagai kendaraan operasional yang digunakan pelatih Taekwondo yang anggaran sebesar Rp.180 juta.
“Ada indikasi rekayasa yang dilakukan dengan turut melibatkan perusahaan tertentu, dan mobil Kijang Innova yang digunakan disinyalir justru milik Kadispora Aceh,” kata Indra.
Dan yang terakhir, sebut Indra, adalah kasus dugaan rekayasa kehilangan alat-alat olahraga untuk PSSI/ PBSI 23 Kabupaten/ Kota yang diadakan Dispora Aceh dengan anggaran Rp.220 juta.
“Meski sempat dilaporkan ke pihak Kepolisian, namun kasus kehilangan ini dinilai aneh dan kami menduganya hanya sebagai kedok atau rekayasa untuk kepentingan tertentu,” ungkap aktivis antikorupsi yang juga mantan Koordinator Aceh Parliament Watch ini.
Minta Diusut
Indra mengatakan, meski masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut namun sinyalemen adanya indikasi KKN dalam proses pelaksanaan kesembilan proyek sebagaimana yang telah diungkapkan pihaknya seharusnya dapat menjadi pintu masuk bagi Kepolisian dan atau Kejaksaan melakukan tindakan hukum.
“Mudah-mudahan apa yang sudah kami ungkapkan itu dapat menjadi petunjuk awal yang cukup bagi penegak hukum untuk kemudian melakukan penyelidikan dan atau penyidikan. Dan dengan ini kami meminta Polisi segera mengusutnya,” ujar Indra menegaskan.
Indra mengaku agak sedikit pesimis bahwa polisi atau jaksa sekalipun akan benar-benar tanggap merespon sinyalemen yang telah diungkapkan pihaknya itu mengingat kasus tersebut diduga kuat melibatkan petinggi di Dispora Aceh yang juga masih kerabat dekat Irwandi Yusuf.
“Kita tungga saja, dan Kami tetap berharap semoga Kepolisian bisa jauh lebih arif, menjunjung tinggi professionalitas dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” demikian Indra P Keumala.[]
“Berdasarkan informasi yang kami terima dan hasil penelusuran yang dilakukan tim, sementara ini kami menemukan 9 proyek di Dispora Aceh yang pelaksanaannya diduga kuat terjadi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di dalamnya. Dan beberapa diantaranya diduga melibatkan Kadispora Aceh Ir. Hasan Basri,” ujar Koordinator FAKTA Indra P Keumala, kepada Aceh Corner.com, Kamis (19/1).
Indra menyebutkan, 9 dugaan korupsi yang ditemukan pihaknya itu, tujuh diantaranya terjadi pada tahun anggaran 2011. Sementara dua kasus lainnya merupakan pekerjaan yang dananya bersumber dari mata anggaran tahun 2010.
“Modus maupun polanya sendiri terkesan kasar dan sangat berani. Mungkin ini bisa dari kinerja penegakan hukum di Aceh yang selama ini terkesan longgar dengan yang namanya kasus-kasus korupsi apalagi bila menyangkut pihak-pihak tertentu,” ketus Indra.
Indra mengungkapkan, 9 kasus yang terjadi itu, yaitu pertama, pekerjaan perbaikan atap Stadion Harapan Bangsa Aceh dengan anggaran Rp1,245 milyar. Sebagaimana tersebut dalam RAB harusnya pekerjaan penggantian seng dilakukan dengan komponen seng bermerk dagang asal Malaysia, tetapi dalam pelaksanaannya malah diganti seng biasa.
“Ini jelas tidak sesuai dengan spek dan berimplikasi pada ketidaksesuaian harga. Proyek ini sendiri sudah diserahterimakan dan dinyatakan selesai oleh pihak dinas,” tambahnya.
Kemudian, lanjut Indra, adalah dugaan korupsi pada proyek pembangunan Mess Pemuda Aceh yang anggarannya sebesar Rp.1,6 milyar. Menurutnya, dalam dokumen PHO (serah terima pertama) dinyatakan selesai 100%, namun kenyataan di lapangan diketahui bahwa pekerjaan tersebut sama sekali belum tuntas dan beberapa item pekerjaan dilakukan tidak memenuhi spesifikasi teknis.
“Ini aneh, menurut informasi yang kami dapatkan pihak terkait di Dispora Aceh pernah melayangkan teguran akibat pekerjaan tidak memenuhi spek dan proses pengecoran dilakukan menggunakan air asin. Tapi kenyataannya PHO tetap dilakukan dan anggaran malah sudah ditarik seluruhnya,” kata Indra menjelaskan.
Lalu ketiga, papar Indra melanjutkan, yaitu proyek perbaikan Kolam Renang Tirta Raya Banda Aceh yang diduga fiktif dan menelan anggaran senilai Rp.1,106 milyar.
Dikatakan Indra, indikasi fiktif didapat karena setelah pengecekan diketahui bahwa sampai saat ini kolam renang dimaksud sama sekali belum dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
“Kami masih belum tahu bagaimana modus pelaporan yang digunakan sehingga bisa dilakukan penarikan dana. Namun item pekerjaan tersebut diduga tumpang tindih dengan pekerjaan yang sama yang pernah dilakukan BRR NAD-Nias,” jelas Indra.
Selanjutnya, urai Indra, proyek perbaikan gedung serba guna Lhoong Raya Banda Aceh dengan anggaran Rp.2,373 milyar yang disinyalir telah terjadi manipulasi adminitrasi laporan hasil pekerjaan.
Menurut Indra, pada paket proyek tersebut masih terdapat kekurangan pekerjaan berupa pemasangan Papan Parkit Lantai yang biayanya sebesar Rp.600 juta sementara yang terpasang hanya triplek biasa.
“Begitupun dengan pekerjaan pemasangan dua unit ring basket yang dianggarkan sebesar Rp.300 juta tetapi yang terpasang justru cuma satu unit,” kata Indra.
Indra menambahkan, berdasarkan estimasi yang dibuat pihaknya pelaksanaan fisik proyek perbaikan gedung serba guna tersebut diperkirakan hanya baru mencapai 60% sementara kenyataannya PHO (serah terima) sudah dilakukan pihak dinas dan dananyapun sudah ditarik 100%.
“Bagaimana mungkin bisa disebut selesai 100% bila masih ada pekerjaan yang nyatanya belum diselesaikan sesuai spesifikasi teknis. Tentu Kadispora Aceh punya kopetensi menjawab ini,” tegasnya.
Begitupun dengan paket penyediaan akomodasi/konsumsi dan penyediaan obat-obatan atlit Bola Paraguay di Banda Aceh yang masing-masing anggaran bernilai Rp600 juta dan Rp300 juta. Indra menguraikan, untuk penyedia jasa akomodasi/konsumsi dan pengamprahan sendiri dilakukan oleh CV. Wisma Kuta Alam Banda Aceh sementara penyediaan obat-obatan dilakukan oleh Apotek Qadria.
“Kedua pembiayaan tersebut diduga fiktif sebab realitanya diketahui bahwa para atlit tersebut makan dan tidur di Stadion Harapan Bangsa dan berdasarkan informasi yang diperoleh obat-obatan juga tidak pernah dibeli,” kata Indra menjelaskan.
Dia menyebutkan, kolusi juga diduga terjadi pada penunjukan langsung penyedia jasa konsumsi (makan dan minum) TC POPDA Tahun 2010 yang anggaran berjumlah Rp.500 juta. Dikatakannya, seharusnya proyek tersebut ditender tetapi proyek tersebut justru diPL-kan kepada CV. Alfin Aulia yang diduga pemiliknya adalah adik ipar Kadispora Aceh.
Lalu, papar Indra lagi, pihaknya juga mencatat adanya dugaan rekayasa administrasi laporan dalam proses rental mobil Kijang Innova BK 1157 ZQ sebagai kendaraan operasional yang digunakan pelatih Taekwondo yang anggaran sebesar Rp.180 juta.
“Ada indikasi rekayasa yang dilakukan dengan turut melibatkan perusahaan tertentu, dan mobil Kijang Innova yang digunakan disinyalir justru milik Kadispora Aceh,” kata Indra.
Dan yang terakhir, sebut Indra, adalah kasus dugaan rekayasa kehilangan alat-alat olahraga untuk PSSI/ PBSI 23 Kabupaten/ Kota yang diadakan Dispora Aceh dengan anggaran Rp.220 juta.
“Meski sempat dilaporkan ke pihak Kepolisian, namun kasus kehilangan ini dinilai aneh dan kami menduganya hanya sebagai kedok atau rekayasa untuk kepentingan tertentu,” ungkap aktivis antikorupsi yang juga mantan Koordinator Aceh Parliament Watch ini.
Minta Diusut
Indra mengatakan, meski masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut namun sinyalemen adanya indikasi KKN dalam proses pelaksanaan kesembilan proyek sebagaimana yang telah diungkapkan pihaknya seharusnya dapat menjadi pintu masuk bagi Kepolisian dan atau Kejaksaan melakukan tindakan hukum.
“Mudah-mudahan apa yang sudah kami ungkapkan itu dapat menjadi petunjuk awal yang cukup bagi penegak hukum untuk kemudian melakukan penyelidikan dan atau penyidikan. Dan dengan ini kami meminta Polisi segera mengusutnya,” ujar Indra menegaskan.
Indra mengaku agak sedikit pesimis bahwa polisi atau jaksa sekalipun akan benar-benar tanggap merespon sinyalemen yang telah diungkapkan pihaknya itu mengingat kasus tersebut diduga kuat melibatkan petinggi di Dispora Aceh yang juga masih kerabat dekat Irwandi Yusuf.
“Kita tungga saja, dan Kami tetap berharap semoga Kepolisian bisa jauh lebih arif, menjunjung tinggi professionalitas dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” demikian Indra P Keumala.[]
Category: Politik
0 komentar